Meja bundar selalu identik dengan konferensi atau barangkali meja bentuk bundar lebih lazim digunakan untuk kalangan tertentu saja (?).Well...namun kali ini saya punya kisah nyata dengan
meja lonjong.
Meja ini tidak lazim ukurannya untuk berada diruang makan kami yang sempit, di pastori.Sebenarnya dia bukan meja makan tapi suami saya sengaja membeli meja ini untuk menjadi meja serba guna. Seharusnya meja lonjong ini ada ditaman yang luas atau dihalaman restoran mewah dekat dengan kolam renang,atau taman hotel. Kalau dilipat bisa berubah bentuk jadi meja bundar, bisa untuk
"konferensi kecil-kecilan"
Waktu beli dia sudah tidak punya "kaki", jadi suami saya memberikan "kaki palsu" kepadanya yang warnanya cocok, tapi bahan sedikit beda dan lebih murah.Kalau meja ini sempurna bentuknya, harganya bisa ratusan ribu malahan kata penjualnya, melewati angka satu juta, tapi karena dia dianggap cacat maka ditaruh dipojok, berdebu, tidak menarik dan harganya menjadi sangat murah, itupun kalau ada yang tertarik. Jadilah suami saya membeli meja itu seratus ribu rupiah, tanpa kaki dan bawa sendiri.Ini tahun 1997 jadi sekarang umurnya diruang makan kami sudah 14 tahun, sewaktu-waktu saya merasa meja ini menyulitkan saya karena bentuk dan ukurannya ditempat yang agak sempit, kadang saya melipatnya menjadi bundar,
tetapi selalu saja ada yang protes ketika meja ini menjadi bundar."Aneh","Ihhh","kog","gak asik","kenapa,
gak boleh ngerumpi ?" dan masih banyak lagi komplen yang datang, dari tamu yang pernah mengenal meja ini, hamba Tuhan yang pernah memberi perhatian, guru-guru sekolah minggu yang tiap minggu mengadakan "konferensi"singkat disini,
kadang malah berjam-jam dihari lain.
Akhirnya saya, (kami) menjadi mengerti mengapa dia berada disana.Ia telah menjadi pusat perhatian saya karena harus membersihkan dan mencari alas yang cukup besar dan sering harus mengganti alasnya, karena sering juga cepat kotor (padahal tidak ada anggaran dari kas gereja untuk membeli, ha...ha...ha, sayanglah, iya gak saudara ?)
Meja ini memberikan banyak kesan karena setiap minggu sebelum mengajar sekolah minggu mereka (guru SM) berkumpul disini sambil sarapan, bercanda, berdoa, berdiskusi dan kadang berebut untuk mendapat tempat disini, meskipun sudah sepuluh orang masih muat...ya muat banyak, bisa muat 12-14 orang, hebat kan ? Setiapkali ada tamu, meja lonjong ini menjadi perhatian.
Suatu hari ada seorang bertanya, berapa harga meja itu dan beli dimana ? (dalam hatiku aku berkata "wani piro yo ?"...ha...ha...ha kayak ditv, (maaf ketawa lagi)....).Meja lonjong yang "muat banyak" ini ternyata telah memberikan kesan untuk keluarga kami, untuk guru sekolah minggu, pengerja, hamba-hamba Tuhan yang menjadi tamu kami bahkan beberapa tamu dari daerah dan dari luar negeri, disini kami berdiskusi, berdoa, dan beramah tamah, menjadi lebih akrab dan memberi inspirasi, meja lonong ini ternyata telah menjadi salah satu sarana untuk menjalin hubungan.
Hari-hari ini saya harus meninggalkan meja lonjong ini untuk beberapa waktu, karena harus "mengungsi". Gereja kami sedang menambah ruangan untuk kebaktian, ada bagian gedung yang dibongkar sehingga untuk sementara dia tertimbun debu...saya kangen juga sama dia, sudah hampir 4 minggu tidak ada "konferensi" dimeja lonjong itu.Rasa ada yang kurang, tapi semoga penambahan ruang kebaktian cepat selesai...semoga....masih ada "konferensi" lanjutan...selalu dan selalu.Ah......meja lonjong.
by lydia kumolontang
0 komentar:
Posting Komentar